Fase Minus

 

Oleh : Mustaqiem Eska

 

 

(pdlFile.com)  Kehidupan, dalam perjalanannya yang tak terduga, seringkali menghadirkan gelombang pasang dan surut. Ada kalanya kita berada di puncak kebahagiaan, merasakan limpahan nikmat dan kemudahan. Namun, tak jarang pula kita terperosok ke dalam apa yang Anda sebut sebagai “Fase Minus” – sebuah periode kelam di mana beban hidup terasa begitu berat, menekan dari ubun-ubun hingga telapak kaki. Fase ini adalah palung terdalam dari ujian, di mana segala daya upaya seolah menemui jalan buntu, dan kegelapan menyelimuti setiap sudut pandang.

Di titik klimaks terendah inilah, ketika manusia merasa begitu rapuh dan tak berdaya, sebuah kesadaran spiritual seringkali menyeruak. Dalam kehampaan dan keputusasaan, hati yang fitrahnya belum sepenuhnya tertutup akan merasakan kehadiran Allah SWT begitu dekat. Bisikan kalbu yang selama ini tertutup hiruk pikuk duniawi mulai terdengar jelas. Di tengah lautan kesulitan, kebersamaan dengan Sang Khalik menjadi sauh penyelamat, jalan keluar terindah dari segala himpitan beban.

Fenomena spiritual ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an, surat Al-Insyirah ayat 5-6:

“Maka sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan.”

Ayat yang singkat namun sarat makna ini telah menjadi sumber penghiburan dan optimisme bagi umat Islam sepanjang zaman. Para ulama, dengan kedalaman ilmu dan kearifan mereka, telah memberikan tafsir yang memperkaya pemahaman kita tentang hakikat ujian dan pertolongan Allah.

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa pengulangan ayat ini menunjukkan penekanan yang kuat akan janji Allah. Beliau menafsirkan bahwa setiap kesulitan pasti akan diikuti oleh kemudahan, bahkan kemudahan itu menyertai kesulitan tersebut. Artinya, dalam setiap ujian yang menimpa seorang mukmin, di sana pula tersimpan hikmah dan jalan keluar dari Allah SWT. Kesulitan dan kemudahan bagaikan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan.

Senada dengan Ibnu Katsir, Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam Tafsir Mafatihul Ghaib menyoroti keagungan Allah yang selalu memberikan solusi di tengah kesulitan. Beliau menjelaskan bahwa Allah tidak pernah membiarkan hamba-Nya terlarut dalam kesedihan dan keputusasaan tanpa memberikan secercah harapan. Kemudahan yang dijanjikan bisa berupa solusi konkret atas masalah yang dihadapi, kekuatan batin untuk menghadapinya, atau pahala besar di sisi Allah atas kesabaran dalam menanggung ujian.

Syekh Mutawalli Asy-Sya’rawi, seorang ulama kontemporer yang terkenal dengan gaya tafsirnya yang mudah dipahami, memberikan perspektif yang indah tentang ayat ini. Beliau mengatakan bahwa Allah tidak mengatakan “setelah kesulitan ada kemudahan,” tetapi “bersama kesulitan ada kemudahan.” Ini mengisyaratkan bahwa kemudahan itu hadir bersamaan dengan datangnya ujian, bukan menunggu hingga ujian itu berakhir sepenuhnya. Dengan demikian, seorang mukmin seharusnya senantiasa menanti pertolongan Allah di tengah-tengah kesulitan yang sedang dialaminya.

Menjaga Rasa Syukur dan Optimisme dalam Setiap Takdir

Dengan meletakkan rasa syukur di bagian akal dan hati  adalah kunci untuk menjaga ketenangan jiwa dan optimisme dalam menghadapi setiap takdir dan ketentuan Allah. Ketika seorang mukmin memahami bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya adalah bagian dari rencana Allah yang Maha Bijaksana, maka ia akan mampu menerima setiap ujian dengan lapang dada. Rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan, serta keyakinan akan janji Allah tentang kemudahan setelah kesulitan, akan menumbuhkan ketenangan dan harapan di dalam hati.

Hakikat hidup seorang muslim adalah ibadah. Setiap hembusan napas, setiap tindakan, bahkan setiap kesulitan yang dihadapi, dapat bernilai ibadah di sisi Allah jika disikapi dengan sabar dan ikhlas. Proses menjalani kehidupan dengan segala dinamikanya adalah jalan menuju kesempurnaan spiritual. Oleh karena itu, tidak sepantasnya seorang mukmin berputus asa dari rahmat Allah. Rahmat-Nya meliputi segala sesuatu, dan pertolongan-Nya selalu dekat bagi mereka yang bersandar kepada-Nya.

Tentunya, fase minus dalam kehidupan adalah ujian yang berat, namun di dalamnya tersimpan potensi untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kesadaran akan kehadiran-Nya di titik terendah adalah anugerah yang tak ternilai. Firman Allah “Inna ma’al usri yusroo” menjadi lentera yang menerangi jalan di tengah kegelapan. Dengan memahami tafsir para ulama, kita semakin yakin bahwa setiap kesulitan pasti akan diikuti oleh kemudahan. Kuncinya adalah menjaga rasa syukur dan optimisme dalam hati, menyadari bahwa hidup adalah ibadah, dan tidak pernah berputus asa dari rahmat Allah yang Maha Luas. Semoga kita semua senantiasa diberikan kekuatan untuk melewati setiap fase kehidupan dengan iman dan ketakwaan. (wallahu ‘alam)***

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *