Oleh : Mustaqiem Eska
(pdlFile.com) Semesta seolah berbisik, menghadirkan seorang nahkoda bernama KDM di tengah gelombang dinamika Jawa Barat dan Indonesia. Sosok ini bukan sekadar figur administratif, melainkan personifikasi dari kepedulian yang menjelma tindakan nyata. Dalam setiap langkahnya, terpancar kebijakan yang bukan hanya retorika, namun teruji keberpihakannya pada kebenaran, terutama bagi mereka yang selama ini terpinggirkan. KDM hadir bukan sebagai elit yang menjaga jarak, melainkan sebagai uswatun hasanah, teladan kebaikan yang merangkul seluruh rakyatnya.
Sejak mengemban amanah, KDM memilih jalan terjal “turun gunung”. Ia menyapa denyut nadi masyarakat, merajut kembali benang kusut permasalahan pembangunan yang terurai. Sentuhannya tak terbatas pada ruang birokrasi, merambah hingga sektor pendidikan yang menyimpan segudang tantangan untuk ditata. Keberaniannya menukik langsung ke akar persoalan adalah oase di tengah dahaga akan pemimpin yang responsif.
Kini, takdir telah mengantarkannya menjadi sorotan publik. Headline media tak henti-hentinya mengorbitkan namanya dalam pusaran isu hangat. Risiko pun membayangi: tudingan politis, narasi “jual muka” jelang 2029 yang dilontarkan rival-rivalnya. Namun, KDM tampak tak bergeming. Barangkali, lawan politiknya lupa akan satu hal mendasar: saat ini, KDM sedang khusyuk menapaki jalan kebaikan. Jabatan Gubernur Jawa Barat hanyalah wadah, sebuah panggung di mana ia dengan istiqomah terus mendermakan laku kebajikan kepada rakyat yang dipercayakan padanya.
Sungguh ironi jika energi publik saat ini terkuras dalam jebakan dogma politik yang prematur. Tahun 2029 masih jauh membentang. Lebih bijak kiranya jika mata dan hati kita fokus pada realitas di depan mata: seorang KDM yang dengan tulus menebar suri tauladan kebaikan. Dukungan selayaknya mengalir pada setiap jejak kebajikan yang ia torehkan. Rakyat pun dapat belajar darinya, menyerap nilai-nilai luhur yang ia praktikkan.
Perbandingan antara KDM dan figur politik sekelas Mulyono terasa bagai bumi dan langit. Kebaikan yang dipancarkan KDM seolah melampaui kalkulasi politik semata. Tanpa gemuruh mesin partai pun, nuraninya (tampaknya) akan terus mendorongnya untuk berbuat yang terbaik bagi kemanusiaan. Biarlah waktu yang menjawab takdir politiknya. Saat ini, yang terpenting adalah mengapresiasi dan meneladani suluh kebajikan yang tengah menyala terang di Tanah Pasundan, bernama KDM.***