Mengelola Akal Sehat

 

Oleh : Mustaqiem Eska

 

 

(pdlFile.com)  Akal sehat, dalam esensinya, bukanlah sekadar kemampuan kognitif yang berdiri sendiri. Ia adalah cara berpikir yang terpusat pada jaringan ilmu, kebijaksanaan, dan Tuhan. Ini berarti bahwa setiap hipotesis, alur pemikiran, dan tujuan akal harus mengakar kuat pada sunnatullah, hukum alam dan ketetapan ilahi yang telah digariskan. Sebuah teori yang lahir dari akal sehat, oleh karenanya, tidak boleh lepas dari prinsip sentral spiritual sebagai rujukan hidup yang utama.

Seringkali, keseimbangan akal sehat tercederai oleh cara berpikir dualisme, yang memisahkan urusan dunia dan akhirat. Seolah-olah ada batasan yang memisahkan porsi kebutuhan dunia dan akhirat, menciptakan dikotomi yang tidak seharusnya. Padahal, kebijaksanaan akal sehat tidak tersekat oleh batasan ini. Keseimbangan sejati terletak pada pemahaman mendalam atas sabda Rasulullah SAW, “Man Arodad dunya fa’alaihi bil ilmi, waman arodal akhirata fa’alaihi bil ilmi, waman aroda huma fa’alaihi bil ilmi” (Hadits Riwayat Thabrani). Artinya, barangsiapa menginginkan dunia, harus dengan ilmu; barangsiapa menginginkan akhirat, harus dengan ilmu; dan barangsiapa menginginkan keduanya, juga harus dengan ilmu.

Ini menunjukkan bahwa titik keadilan akal sehat sejatinya terletak pada pemenuhan kebutuhan dunia dan akhirat secara simultan, dan keduanya dicapai melalui ilmu. Dan ilmu, dalam perspektif ini, tidak terlepas dari “la khaula wa la quwwata illa billah” – tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah. Pemahaman ini menggarisbawahi bahwa semua berasal dari Allah, semua milik Allah, dan hanya Allah yang Maha Rekayasa atas segala sesuatu.

Bagi seorang Muslim, tugas akal sehat mencapai puncaknya setelah segala bentuk ikhtiar dilakukan. Setelah mengerahkan segenap kemampuan berpikir, menganalisis, dan merencanakan, kewajiban selanjutnya adalah tawakal kepada Allah. Inilah inti dari pengelolaan akal sehat: sebuah cara berpikir yang bergaris lurus kepada Tuhan.

Tawakal bukan berarti pasrah tanpa usaha, melainkan sebuah penyerahan diri yang utuh setelah segala upaya maksimal dikerahkan. Ini adalah pengakuan bahwa meskipun akal manusia memiliki kapasitas yang luar biasa, pada akhirnya, segala keputusan dan hasil berada dalam genggaman kekuasaan ilahi. Dengan demikian, akal sehat yang terkelola dengan baik akan membimbing seseorang untuk senantiasa berpegang pada prinsip-prinsip spiritual, menjaga keseimbangan antara tuntutan dunia dan akhirat, serta menempatkan keyakinan pada Allah sebagai landasan utama dalam setiap langkah dan keputusan.***

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *