Skeptis atau Apatis ?

ilustrasi

Skeptis atau Apatis ?

Oleh : Mustaqiem Eska

 

(pdlFile.com) Di tengah lautan informasi yang tak bertepi, di mana klaim dan narasi bersaing untuk mendapatkan perhatian kita, sikap skeptis hadir sebagai kompas yang membimbing akal budi. Lebih dari sekadar keraguan sinis, skeptisisme adalah sebuah latihan aktif untuk menimbang kebenaran, mempertanyakan asumsi yang mapan, dan mencari landasan yang kokoh sebelum menerima sebuah pernyataan. Dalam dunia ilmu pengetahuan, skeptisisme bukan hanya dibenarkan, melainkan juga merupakan fondasi metodologis yang memungkinkan kemajuan dan penemuan.

Skeptisisme, dalam esensinya, adalah sebuah sikap yang meragukan segala sesuatu sampai bukti yang meyakinkan hadir. Ia bukanlah penolakan mentah-mentah, melainkan sebuah proses evaluasi yang cermat. Seorang skeptis tidak serta merta menolak sebuah klaim, namun ia akan bertanya: “Bagaimana Anda tahu? Apa buktinya? Apakah ada penjelasan alternatif yang lebih masuk akal?” Sikap inilah yang menjadi perisai ampuh dalam menghadapi potensi penipuan dan informasi yang menyesatkan. Ketika kita melatih diri untuk bersikap skeptis, kita tidak mudah terombang-ambing oleh janji-janji palsu atau narasi emosional tanpa dasar. Kita menjadi lebih berhati-hati dalam menerima informasi dan lebih cenderung untuk membuat keputusan yang rasional berdasarkan fakta dan analisis.

Dalam ranah ilmu pengetahuan, skeptisisme adalah jantung dari metode ilmiah. Setiap hipotesis, setiap teori, harus melewati ujian yang ketat dari keraguan dan pengujian empiris. Proses “tesa-antitesa-sintesa” adalah manifestasi dari semangat skeptis ini. Sebuah tesis (pernyataan atau klaim) diajukan, kemudian muncul antitesis (argumen atau bukti yang bertentangan), dan melalui perdebatan serta pengujian yang cermat, lahirlah sintesis (pemahaman yang lebih mendalam dan komprehensif). Sikap skeptis mendorong para ilmuwan untuk terus menerus mempertanyakan temuan mereka sendiri dan temuan orang lain, sehingga menghasilkan perkembangan ilmu pengetahuan yang berkelanjutan dan semakin mendekati kebenaran.

Penting untuk digarisbawahi perbedaan mendasar antara skeptisisme dan apatisme. Sementara skeptisisme adalah sikap aktif yang melibatkan keingintahuan dan pencarian kebenaran, apatisme adalah sikap pasif yang ditandai dengan ketidakpedulian dan kurangnya minat. Seorang skeptis mungkin meragukan sebuah klaim, tetapi ia akan termotivasi untuk mencari bukti dan memahami lebih lanjut. Sebaliknya, seorang yang apatis tidak akan tergerak untuk mempertanyakan atau mencari tahu sama sekali. Skeptisisme adalah sebuah bentuk keterlibatan intelektual, sedangkan apatisme adalah penarikan diri darinya.

Melatih sikap skeptis bukanlah tugas yang mudah. Dibutuhkan keberanian untuk mempertanyakan keyakinan yang sudah lama dipegang dan kesediaan untuk mengakui bahwa kita mungkin salah. Namun, imbalannya sangat berharga. Dengan bersikap skeptis, kita memberdayakan diri kita sendiri untuk berpikir kritis, menghindari jebakan informasi palsu, dan pada akhirnya, mencapai pemahaman yang lebih mendalam tentang dunia di sekitar kita. Latihan skeptis adalah investasi dalam kecerdasan dan kemandirian berpikir, sebuah bekal penting dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan kompleksitas informasi.***

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *