TEKAD

 

Oleh : Mustaqiem Eska

 

 

(pdlFile.com) Ayat suci Al-Imran 159 bagaikan lentera yang menerangi relung jiwa, menyorot betapa beruntungnya insan yang dianugerahi Allah Taala dengan sebuah tekad yang membaja. Tekad, bukanlah sekadar keinginan sesaat yang mudah luruh diterpa badai keraguan. Ia adalah tonggak yang tertanam kuat di kedalaman hati, sebuah komitmen yang tak tergoyahkan untuk menggapai ridha Ilahi dan kemaslahatan umat. Anugerah tekad adalah sebentuk kasih sayang-Nya, sebuah modal berharga bagi para pejuang kebaikan.

Mereka yang bertakwa, sebagaimana firman-Nya, memiliki daya tangguh yang terlatih. Ketakwaan bukanlah sekadar ritual formal, melainkan sebuah proses internalisasi nilai-nilai luhur yang membentuk karakter. Ia adalah perisai yang melindungi dari godaan duniawi dan cambuk yang melecut semangat untuk terus berbenah diri. Daya tangguh yang lahir dari ketakwaan inilah yang memungkinkan seorang mukmin untuk bangkit setiap kali terjatuh, untuk terus melangkah meski onak dan duri menghadang. Keyakinan yang mendalam akan pertolongan Allah menjadi suluh yang menerangi jalan, mengikis habis keraguan dan ketakutan. Dengan keyakinan itu, langkah kaki menjadi ringan, pandangan mata menjadi jauh, dan tujuan luhur pun terasa semakin dekat.

Sungguh beruntunglah Anda yang saat ini berada dalam lingkaran fastabiqul khairat – berlomba-lomba dalam kebaikan. Lingkaran ini bukanlah sekadar perkumpulan, melainkan sebuah ekosistem spiritual yang saling menguatkan, saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran. Keberadaan Anda di dalamnya adalah pertanda harapan bagi Islam, sebuah potensi untuk kelak menjadi pemimpin yang membawa perubahan positif. Kepemimpinan dalam Islam bukanlah sekadar kekuasaan, melainkan amanah yang diemban dengan penuh tanggung jawab, sebuah kesempatan untuk membesarkan panji-panji kebaikan dengan cara dan jalur yang beragam.

Tempaan pendidikan tentang kedisiplinan, tanggung jawab, dan pengabdian adalah wujud nyata dari proses mencintai diri sendiri. Disiplin membentuk jiwa yang teratur dan fokus, tanggung jawab memupuk kemandirian dan integritas, sementara pengabdian melatih kepekaan terhadap sesama dan kerelaan untuk berkorban. Proses ini, meskipun terkadang terasa berat, adalah esensi dari pematangan diri, sebuah investasi abadi yang akan berbuah manis di dunia maupun di akhirat.

Dalam setiap helaan napas, seyogianya kita senantiasa memanjatkan doa yang penuh kerendahan hati: “Robbi auzi’nii an asykuro ni’matakal latii an’amta ‘alayya wa ‘alaa waalidayya wa an a’mala shoolihan tardhoohu wa adkhilnii birohmatika fii ‘ibaadikash shoolihiin”  (Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh). (QS.An-Naml : 19)  Doa ini adalah pengakuan atas segala karunia-Nya, permohonan untuk terus diberi kemampuan bersyukur, dan harapan untuk diterima dalam golongan orang-orang yang saleh.

Tekad yang kuat, ketakwaan yang mendalam, dan partisipasi aktif dalam fastabiqul khairat adalah trilogi keberuntungan yang patut disyukuri. Ia adalah modal untuk mengarungi kehidupan dengan penuh optimisme, untuk memberikan kontribusi terbaik bagi agama dan bangsa. Semoga Allah Taala senantiasa menguatkan tekad kita, membimbing langkah kita, dan memasukkan kita ke dalam golongan hamba-hamba-Nya yang diridhai. Aamiin. ***

 

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *