Ketika Kancil Kehilangan Ijasah

 

Dongeng oleh  : Mustaqiem Eska

(1)

 

(pdlFile.com) Hikayat jenaka tentang seekor kancil yang tak lain dan tak bukan bernama Jaledud. Dalam benaknya yang lincah, tersematlah sebuah ambisi nan membumbung tinggi: menjadi penguasa segenap makhluk Rimba Raya.

Bak gayung bersambut, angin perubahan tengah berhembus kencang di Rimba. Sang Raja yang bertaring tajam dan berbulu suram, Singa Brondol namanya, telah lama mendekam di singgasana kekuasaan. Namun, riuh rendah suara rakyat belantara yang mendamba pemimpin baru telah mengguncang singgasananya. Brondol, sang raja gaek, akhirnya menepi, tak lagi berniat mencalonkan diri.

Maka, muncullah Jaledud, si kancil cerdik, sebagai kandidat yang penuh semangat. Dengan pesona kata-kata manis dan janji-janji selangit, ia berhasil memikat hati enam puluh persen penghuni rimba. Survei berbayar yang dilakukannya seolah menjadi jaminan bahwa kursi raja sudah dalam genggamannya.

Namun, dewi fortuna rupanya masih ingin bermain-main. Satu syarat krusial untuk menjadi raja, yakni selembar ijasah sakti, raib entah ke mana. Padahal, sang rival politik, Iguana Waji yang bermata sayu, telah melengkapi semua persyaratan dengan mulus.

Malam-malam Jaledud dipenuhi laku tirakat dan perenungan. Otaknya berputar bagai kincir air, mencari jalan keluar dari kebuntuan ini. Hingga suatu malam, dalam lelapnya, Jaledud beroleh mimpi yang begitu indah. Dalam alam bawah sadarnya, ia bertemu Barka, sang beruang sahabat karibnya, yang ternyata pernah meminjam ijasahnya. Betapa sukacitanya hati Jaledud!

Dengan sisa-sisa harta dan daya upaya, Jaledud akhirnya maju menantang Waji dalam pemilihan raya. Debat sengit dan kampanye riuh rendah mewarnai setiap sudut Rimba. Dan tibalah hari penentuan. Dengan jantung berdebar kencang, Jaledud menunggu hasil perhitungan suara. Sorak sorai membahana! Jaledud unggul! Ia menjadi raja pertama dari kaum kancil yang berhasil menaklukkan sang iguana.

Seratus hari lamanya, pesta pora dan sukacita meliputi Rimba Raya. Jaledud dan rakyatnya merayakan kemenangan yang terasa begitu manis. Namun, ketika fajar menyingsing di hari ke-seratus satu, sebuah kejutan mengerikan menanti Jaledud. Di hadapannya, berdiri seekor harimau besar dengan mata menyala dan taring menganga, siap menerkamnya.

Tanpa berpikir panjang, Jaledud berlari sekuat tenaga, tungkai kecilnya bergerak secepat kilat. Ia terjun ke dalam sungai yang dingin dan berarus deras, berharap selamat dari kejaran sang raja hutan yang murka. Namun, malapetaka tak terhindarkan. Seekor buaya ganas dengan rahang menganga telah menantinya di dalam air. Tamatlah riwayat Raja Jaledud dalam sekejap.

Begitulah kisah Jaledud, si kancil yang bermimpi menjadi raja, namun takdir berkata lain. Kekuasaan yang diraih dengan susah payah dan intrik licik, sirna dalam sekejap di antara taring harimau dan rahang buaya. Sebuah pengingat bagi kita semua, bahwa mimpi setinggi langit pun, tanpa perhitungan dan kewaspadaan, bisa berakhir tragis di dunia nyata.***

 

Related posts