Elevasi Niat

Oleh : Mustaqiem Eska

 

 

(pdlFile.com)  Dalam bahasa yang lain, elevasi juga bisa disebut sebagai altitudo; ia adalah posisi vertikal (ketinggian) suatu objek dari suatu titik tertentu (datum). Biasanya datum yang biasa digunakan adalah permukaan laut dan permukaan geoid WGS-84 yang digunakan oleh GPS. Oleh karena itu, altitudo seringkali dinyatakan sebagai ketinggian dari permukaan laut (biasa disingkat dpl). Sehingga bisa diketahui kalau ketinggian Gunung Everest adalah 8.850m itu adalah diukur dari atas permukaan air laut (MSL).

Pada perencanan sebuah kota, data-data ketinggian lahan (elevasi) digunakan untuk -salah satunya-  membuat rencana drainase, dan prediksi terjadinya genangan pada kawasan perkotaan. Lantas mengusahakan agar saluran air dapat lancar mengalir menuju tempat yang selalu lebih rendah; seperti sungai dan laut.

Hal ini sebenarnya tak jauh berbeda dengan kehidupan yang biasa kita alami, bahwa kita juga punya elevasi niat. Sebuah arah niat dalam hidup, dalam aktifitas dan dan dalam segala ibadah dialirkan sepenuhnya kepada Alloh azza wa jalla semata; sebagai Maha Muara dari semua jalan akhir  sebuah tujuan yang benar.  Bahkan sebagai wadah kesejatian dari kerendahan hati untuk terus terjaga arah kepasrahan dari segala tindakan hidup agar bisa kembali kepadaNya dalam suasana ‘fissilmi kaffah’.

Niat yang benar adalah tujuan yang selalu didasarkan kepada Rabb. Jangan sampai niat tersumbat oleh lumpur-lumpur penyekat, atau menggenang di setiap kepentingan selain kepentingan kepada Rabb. Selama niat lurus berada pada elevasi yang benar, maka akan mempermudah mengarahkan niat untuk gampang mencapaiNya. Selama dasar niatnya adalah kepasrahan, maka yakinlah, kita adalah air, yang juga memiliki fitroh dasar ‘ingin selalu bersamaNya’. Tada ada niat yang sempurna jika tak diawali dengan ‘basmalah’. Sebaik apapun pekerjaan itu, jika tanpa niat hanya kepadaNya, tanpa basmalah maka akan tertolak. Ya, jangan sampai elevasi niat kita tersumbat, sehingga tak menemukan jalan lurus, jalanNya.

Dari Amirul mu’minin Abu Hafs yaitu Umar bin Al-khaththab bin Nufail bin Abdul ‘Uzza bin Riah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin ‘Adi bin Ka’ab bin Luai bin Ghalib al-Qurasyi al-‘Adawi r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda :

Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan. (Muttafaq (disepakati) atas keshahihannya Hadis ini)

Agar elevasi niatnya benar, perlunya riyadhoh. Pertama, selalu mengingat-ingat bahwa Allah akan memberi kefadholan kepada orang yang niat karena Allah dan memberi siksa pada yang beramal tidak karena Allah,

Kedua, senang beramal ibadah dengan cara sembunyi, tidak senang menampakkan amal ibadah yang dikerjakan kepada orang lain,

Ketiga, merasa khawatir amalnya ditolak/ tidak diterima oleh Allah, sehingga menghindari hal-hal yang menyebabkan amal tidak diterima, misalnya ngundat-undat, riya’, dan lain sebagainya,

Keempat tidak senang apabila amal kebaikannya dipuji orang lain, sehingga amal ibadahnya tidak diceritakan pada orang lain, (termasuk lebih baik tidak perlu update status, ataupun ngetwit habis mengerjakan suatu amalan tertentu, walaupun tidak bermaksud apa-apa tapi hal itu berpotensi untuk mengubah niat ibadah kita)

Kelima, meneliti niat yang ada dalam hati sebelum melaksanakan amal kebaikan,

Dan keenam, memohon pertolongan kepada Allah (berdoa) agar selalu bisa menata hati dengan karena Allah dalam beramal.

InsyaAlloh, dengan semua cara riyadhoh tersebut di atas, Alloh menuntun kita kepada jalanNya; jalan yang dipenuhi dengan ridho dan rakhmatNya. -Khususnya- senantiasa terjaga elevasi niat lancar benar-benar mengarah hanya kepada Rabb, dan tidak ada tujuan yang lain selain hanya kepada Alloh ta’ala. ***

Related posts