Oleh : Mustaqiem Eska
(pdlFile.com) Ada sebuah entitas spiritual dan intelektual yang tak terikat oleh dinding madrasah atau kurikulum formal, namun memiliki kedalaman yang melampaui keduanya. Mereka adalah Santri Maiyah, sebuah label yang melampaui definisi konvensional tentang seorang santri. Mereka adalah siapa saja yang, di dalam lingkaran Maiyah, menemukan ruang untuk saling bertemu, saling berbagi pengetahuan, dan saling berkumpul hingga pagi bersama Cak Nun dan siapapun yang hadir. Kehadiran fisik memang menjadi magnet, namun esensi Santri Maiyah tidak harus terbatas pada pertemuan fisik itu sendiri.
Santri Maiyah adalah orang-orang yang senantiasa berproses. Proses ini bukan hanya tentang menyerap informasi, melainkan tentang mengenal dirinya sendiri dan mengembangkan diri untuk kemanfaatan-kemanfaatan dalam hal apapun. Mereka adalah pribadi-pribadi yang memahami bahwa ilmu dan kebijaksanaan adalah perjalanan tanpa henti, sebuah penjelajahan batin yang tak mengenal garis finis. Mereka tak gentar pada perubahan atau tantangan, justru menjadikannya pupuk untuk pertumbuhan.
Ibarat rumput, dilempar ke manapun akan tetap tumbuh. Metafora ini adalah inti dari semangat Santri Maiyah. Mereka memiliki daya tahan, adaptabilitas, dan kemampuan untuk menemukan akar di tanah mana pun mereka ditempatkan. Kemandirian batin ini adalah salah satu ciri khas yang paling menonjol. Mereka tidak bergantung pada struktur atau institusi, melainkan pada kekuatan internal, pada sebuah jiwa yang bening dan menyatu dalam cara berpikir yang positif. Keberanian untuk berpikir jernih, melihat masalah dari berbagai sudut pandang, dan mencari solusi konstruktif adalah fondasi kemandirian batin ini.
Maiyah, bukan hanya sebuah forum pertemuan, melainkan sebuah potret kemandirian batin. Ia adalah sekolah kehidupan tanpa gedung, universitas tanpa ijazah, tempat di mana kebijaksanaan diwariskan melalui dialog, renungan, dan refleksi kolektif. Di sanalah, setiap individu didorong untuk menemukan keunikan dirinya, menggali potensi tersembunyi, dan mengintegrasikan spiritualitas dengan realitas kehidupan.
Dan hari ini, 27 Mei 2025, sebagai Santri Maiyah, “Selamat Ulang Tahun Cak Nun, Guru Universitas Maiyah sejati kami. Sehat, Panjang umur dan berkah selalu Cak… ”
Ya, Cak Nun dan Maiyah adalah kami semua. Beliau bukan hanya seorang tokoh, melainkan arsitek spiritual yang telah membuka jalan bagi ribuan jiwa untuk menemukan makna, untuk menumbuhkan kemandirian batin, dan untuk menjadi “rumput” yang selalu tumbuh di mana pun mereka berada. Kontribusinya adalah cahaya yang terus membimbing Santri Maiyah dalam perjalanan mereka menuju pemahaman diri yang lebih dalam dan kemanfaatan yang lebih luas.***