Volume Keikhlasan

 

Oleh : Mustaqiem Eska

 

 

“Volume Keikhlasan adalah semakin besar volume cinta kepada Allah SWT, maka semakin dalam jejak keikhlasan yang terukir dalam setiap pengorbanan dan pemberian.” – Mustaqiem Eska

 

(pdlFile.com)   Keikhlasan, sebuah konsep luhur yang seringkali terucap namun tak jarang sulit terjamah kedalaman maknanya. Ia bukan sekadar tindakan tanpa pamrih, melainkan sebuah volume cinta yang membesar seiring besarnya pengorbanan dan pemberian. Dalam setiap tetes keringat yang menetes, setiap helaan napas dalam perjuangan, dan setiap jengkal langkah yang diayunkan, keikhlasan adalah benang merah yang mengikatnya dengan tujuan hakiki: mendapatkan ridha dari Rabb yang dicintai.

Sejarah mencatat dengan tinta emas kisah Nabi Ibrahim A.S. dan putranya, Ismail A.S., sebagai manifestasi paling agung dari keikhlasan. Ketika Ibrahim, sang Khalilullah (kekasih Allah), menerima mimpi yang mengisyaratkan perintah untuk menyembelih putra kesayangannya, Ismail, itu bukanlah sekadar ujian kepatuhan. Lebih dari itu, ia adalah sebuah ujian cinta yang tak terhingga. Bagaimana mungkin seorang ayah, yang telah menanti kelahiran putra ini puluhan tahun, kini harus mengorbankan buah hatinya sendiri?

Namun, dalam diri Ibrahim, tidak ada sedikit pun keraguan. Rasa cintanya kepada Allah SWT begitu menggunung, melebihi segala bentuk cinta duniawi, bahkan cinta kepada putranya sendiri. Kepasrahan Ibrahim bukanlah kepasrahan seorang yang terpaksa, melainkan kepasrahan seorang kekasih yang sepenuhnya menyerahkan diri kepada kehendak yang dicintainya. Di sinilah letak keikhlasan yang hakiki: kadar kepasrahan itu sebanding dengan kadar cintanya kepada Allah SWT. Terhadap Zat yang menjadi pusat segalanya, Ibrahim tidak menyisakan ruang untuk secewil pun keraguan, apalagi penolakan. Ia memahami bahwa perintah itu, betapapun beratnya, berasal dari sumber cinta yang tak terbatas, dan kepatuhannya adalah bentuk tertinggi dari rasa cintanya.

“kadar keikhlasan adalah volume cinta.” Semakin besar cinta seseorang kepada Allah SWT, semakin luas dan dalam pula lautan keikhlasan yang ia miliki. Cinta yang tulus tidak akan menuntut imbalan, tidak akan menghitung untung rugi, dan tidak akan terbebani oleh pengorbanan sebesar apapun. Justru, pengorbanan dan pemberian menjadi ladang subur untuk menumbuhkan dan membuktikan kadar cinta tersebut.

Dalam setiap sedekah yang diberikan tanpa mengharap pujian, dalam setiap bantuan yang disalurkan tanpa mengharap balasan, dan dalam setiap ibadah yang dilaksanakan dengan hati yang bersih, keikhlasan bekerja sebagai mesin penggerak. Ia mengubah tindakan-tindakan lahiriah menjadi amalan yang bernilai di sisi Allah SWT, karena motivasi di baliknya adalah semata-mata cinta dan keinginan untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

Kisah Ibrahim dan Ismail mungkin tampak sebagai sesuatu yang heroik dan transenden, namun esensi keikhlasan sejatinya dapat kita terapkan dalam setiap lini kehidupan. Mulai dari keikhlasan seorang ibu yang merawat anaknya tanpa pamrih, seorang guru yang mendidik muridnya dengan sepenuh hati, hingga seorang pekerja yang menjalankan tugasnya dengan jujur dan penuh dedikasi. Semua itu adalah bentuk-bentuk keikhlasan yang mengalir dari hati yang mencintai.

Ya,  keikhlasan adalah cerminan dari kemurnian niat dan kekuatan cinta. Ia adalah parameter sejati yang mengukur seberapa besar kita bersedia memberi dan berkorban demi sesuatu yang kita cintai, terutama cinta kita kepada Sang Pencipta. Semakin besar volume cinta kita kepada Allah SWT, semakin dalam pula jejak keikhlasan yang akan kita ukir dalam setiap pengorbanan dan pemberian kita.***

 

Related posts